By Abi Himada
Tadi malam (16/12) sebagaimana malam saat aku pulang kerja. Jam 10 aku tiba di kamar apartemen. Queency masih bangun dan asyik berbincang-bincang dengan manekin2 mainannya. Adiknya adilla dan Muhandas sudah lama terlelap.
Seperti biasa aku mereview aktivitas sehari anak-anak saat tidak bersamaku, dengan bertanya kepada istri. Memberikan advise bila dianggap perlu. Ternyata hari ini ada aktivitas outdor bersama tetangga-tetangga Indonesia se apartement.
Saat sedang membuka-buka mobile phone untuk membaca-baca berita, tiba-tiba queency berujar: " Abi, I like Santa claus.."
Aku tercenung, posisiku memunggunginya. Aku lirik istriku, dia tampak kaget, menekuri lebih dalam macbooknya.
Lantas, aku balikan badan menghadap queency.. "Kenapa mbak suka santa?".. Aku selalu membiasakan berbahasa indonesia dengannya jika di rumah. Meski jawabannya terkadang bahasa atau terkadang english.
"Because....bla,bla,bla..maka mengalirlah cerita bahwa semua teman2 di sekolahnya menyukai santa karena mereka akan dapat mainan baru christmas tahun ini.
Sebenarnya, queency sudah sangat sering bertanya banyak hal yang membuat aku harus hati-hati menjawabnya. Pernah dia bertanya mengapa harus turun hujan, mengapa adik bisa berada di perut ummi dan segala bagai..
Namun, malam ini queency telah membuka diskusi yang cukup berat, yakni lintas iman dan culture, yang orang dewasa di luar sana pun masih banyak bersitegang karenanya.
Maka selama hampir satu jam aku melukis kanvas putihku ini dengan hati-hati. Tanpa harus membuatnya tiba2 membenci semua teman2nya, namun juga tidak meleburkannya dalam pluralisme.
Akhirnya, diskusi kami akhiri jam 11 malam. Queency pun berujar kalau dia sudah mengantuk dan meminta maaf tidak sanggup lagi membereskan mainannya. Dia beranjak ke tempat tidur, lirih kudengar dia melafal basmalah.
Aku menghela nafas lega....setidaknya untuk malam ini..